GAGAL JANTUNG



          
Gagal Jantung (Heart Failure) adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh ketridakmampuan jantung dalam memompa darah dalamj jumlah yang cukup bagi kebutuhan metabolism tubuh. Gagal Jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang menyebabkan terjadinya pengurangan pengisian vertikel- (disfungsi diastolic) atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik) (ISO Farmakoterapi, 2008)
Berdasar perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita gagal jantung dan setiap tahunnya bertambah 400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya (Sugeng dan Sitompul, 2003).
Patofisiologi Gagal Jantung
Gagal Jantung (HF) bisa karena banyak penyakit jantung atau kelainan yang merubah fungsi sistolik, diastolik, atau keduanya.
Ø  Penyebab disfungsi sistolik (menurunnya kontraktilitas) adalah pembesaran kardiomyopati, hipertropi ventrikular, dan pengurangan massa otot (seperti, myocardial infarction, MI). hipertropi ventrikular bisa disebabkan oleh tekanan yang berlebihan (sepert, hipertensi sistemik atau pulmonal, stenosis katup aorta atau pulmonal) atau kelebihan volume (seperti, regurgitasi valvular, shunts [penutupan, penghadangan], kondisi dimana output jantung tinggi).
Ø  Penyebab disfungsi diastolik (pembatasan pada pengisian ventricular) adalah peningkatan kekakuan ventricular, stenosis katup mitral atau tricuspid, dan penyakit pericardial (seperti, pericarditis, pericardial tamponade). Kekakuan ventricular bisa disebabkan oleh hipertropi ventrikular, penyakit infiltratif, dan iskemi serta infark myocardia.
Ø  Penyebab paling umum adalah penyakit iskemi jantung, hipertensi atau keduanya.
Ø  Ketika fungsi cardiac menurun, jantung bergantung pada mekanisme kompensasi berikut: (1) takikardi dan peningkatan kontraktilitas melalui sistem saraf simpatik; (2) mekanisme Frank-Starling, dimana peningkatan  preload meningkatkan stroke volume; (3) vasokontriksi; dan (4) hipertropi ventrikular dan remodelling. Meski mekanisme kompensasi ini awalnya menjaga fungsi cardiac, kelamaan malah memicu siklus berbahaya yang memperburuk HF.
Ø  Model neurohormonal dari HF mengenali bahwa kejadian yang mengawali (seperti, infark myocardiac akut) menyebabkan penurunan output cardiac tapi kondisi HF lalu menjadi penyakit sistemik yang perkembangannya terutama didukung oleh faktor neurohormon dan autocrine/paracrine. Substan ini termasuk angiotensin II, morepinefirn, aldosterone, sitokin proinflamasi (seperti, tumor necrosis faktor α, interleuleins-6 dan interleuleins-1β), endothelin-1, dan peptide natriuretik.
Ø  Faktor pemicu yang umum yang bisa menyebabkan pasien yang sebelumnya mengalami kompensasi tidak lagi mengalmi kompensasi termasuk yang tidak terkait dengan diet atau terapi obat, iskemi koroner, terapi yang kurang atau tidak sesuai, hipertensi yang tidak terkontrol, dan aritmia.
Ø  Obat bisa memicu atau memperparah HF karena inotropik negatif atau efek kardiotoksik atau karena retensi air dan natrium.

Terapi Pengobatan Gagal Jantung
A.   Non Farmakologi
    a. Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang sesuai menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan memperbaiki gejala dan toleransi aktivitas pada gagal jantung terkompensasi dan stabil.
b. Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload, dan memperbaiki aliran darah paru.
c. Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut jantung, dan meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan harus dihentikan.
d. Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan, inotropik negative, dan dapat memperburuk hipertensi. Penghentian konsumsi alcohol memperlihatkan perbaikan gejala dan hemodinamik bermakna.
B.  Terapi Farmakologi
a. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan    pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tjay, 2007). Diuterik yang sering digunakan golongan diuterik loop dan thiazide (Lee, 2005). Diuretik Loop (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan ginjal dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila diberikan secara oral dapat menghilangkan pada gagal jantung berat karena absorbs usus. Diuretik ini menyebabkan hiperurisemia. Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid, hidroklorotiazid, mefrusid, metolazon). Menghambat reabsorbsi garam di tubulus distal dan membantu reabsorbsi kalsium. Diuretik ini kurang efektif dibandingkan dengan diuretic loop dan sangat tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus turun dibawah 30%. Penggunaan kombinasi diuretic loop dengan diuretic thiazude bersifat sinergis. Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada arterior perifer dan dapat menyebabkan intoleransi karbohidrat (Gibbs CR, 2000)

b. Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham menemukan penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida seperti digoksin meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkan inotropisme positif yaitu memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume pukulan, volume menit dan dieresis diperbesar serta jantung yang membesar menjadi mengecil (Tjay, 2007). Digoksin tidak meneyebabkan perubahan curah jantung pada subjek normal karena curah jantung ditentukan tidak hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh beban dan denyut jantung. Pada gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki kontraktilitas dan menghilangkan mekanisme kompensasi sekunder yang dapat menyebabkan gejala.

c. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding ventrikel, yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard, menurunkan konsumsi oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung. Vasodilator dapat bekerja pada system vena (nitrat) atau arteri (hidralazin) atau memiliki efek campuran vasodilator dan dilator arteri (penghambat ACE, antagonis reseptor angiotensin, prazosin dan nitroprusida). Vasodilator menurukan prelod pada pasien yang memakan diuterik dosis tinggi, dapat menurunkan curah jantung dan menyebabkan hipotensi postural. Namun pada gagal jantung kronis, penurunan tekanan pengisian yang menguntungkan biasanya mengimbangi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Pada gagal jantung sedang atau berat, vasodilator arteri juga dapat menurunkan tekanan darah (Gibbs CR, 2000).
d. Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta adrenoreseptor biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja inotropik negatifnya. Namun, stimulasi simpatik jangka panjang yang terjadi pada gagal jantung menyebabkan regulasi turun pada reseptor beta jantung. Dengan memblok paling tidak beberapa aktivitas simpatik, penyekat beta dapat meningkatkan densitas reseptor beta dan menghasilkan sensitivitas jantung yang lebih tinggi terhadap simulasi inotropik katekolamin dalam sirkulasi. Juga mengurangi aritmia dan iskemi miokard (Gibbs CR, 2000). Penggunaan terbaru dari metoprolol dan bisoprolol adalah sebagai obat tambahan dari diuretic dan ACE-blokers pada dekompensasi tak berat. Obat-obatan tersebut dapat mencegah memburuknya kondisi serta memeperbaiki gejala dan keadaan fungsional. Efek ini bertentangan dengan khasiat inotrop negatifnya, sehingga perlu dipergunakan dengan hati-hati (Tjay, 2007).
e. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk memebeku yang meningkat, misalnya pada trombosis. Pada trobosis koroner (infark), sebagian obat jantung menjadi mati karena penyaluran darah kebagian ini terhalang oleh tromus disalah satu cabangnya. Obat-obatan ini sangat penting untuk meningkatkan harapan hidup penderita (Tjay, 2007).
f. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan jalan menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya berdasarkan penurunan frekuensi jantung. Pada umumnya obat-obatn ini sedikit banyak juga mengurangi daya kontraksinya. Perlu pula diperhatikan bahwa obat-obatan ini juga dapat memeperparah atau justru menimbulkan aritmia (Tjay, 2007). Obat antiaritmia memepertahankan irama sinus pada gagal jantung memberikan keuntungan simtomatik, dan amiodaron merupakan obat yang paling efektif dalam mencegah AF dan memperbaiki kesempatan keberhasilan kardioversi bila AF tetap ada (Gibbs, 2000).

Obat-obat yang digunakan pada Gagal Jantung
Ø  Diuretik loop
    a. Nama Obat              :furosemid
    b. Dosis                         :Pada udema oral 40-80 mg pagi p,c, jika perlu atau pada   insufisiensi ginjal sampai 250-2000 mg sehari dalam 2-3 dosis. Injeksi i.v (perlahan) 20-40 mg, pada keadaan kemelut hipertensi 500 mg. Penggunaan i.m tidak dianjurkan.
c. Indikasi                     : Furosemide tablet diindikasikan pada pasien dewasa dan anak  anak   untuk pengobatan edema yang
dihubungkan dengan gagal jantung kongestif, sirosis hati, dan penyakit ginjal, termasuk syndromenephritic. Furosemide tablet juga digunakan pada dewasa untuk pengobatan hipertensi.

d. Efek Samping            : Setiap obat mempunyai efek samping, tetapi beberapa orang ada yang tidak menunjukkan efek samping, ada yang sedikit yang menunjukkan efek samping, dan ada yang menunjukkan efek samping. Furosemide menimbulkan efek samping sebagai berikut :anemia, sensasi abnormalitas kulit, kejang kandung kemih, penglihatan kabur, konstipasi/sembelit, kram, pusing, demam, iritasimulut dan lambung, kemerahan, sedikit ikterik, kejang otot, telinga berdengung, fotosensitivitas,inflamasi vena, mual, jaundice. Biasanya frekuensi urin maksimal sampai enam jam setelah dosispertama, dan akan menurun setelah mengkonsumsi furosemide dalam waktu beberapa minggu.

Ø  Diuretik thiazide
Metalazon
Dosis : 5-20 mg melalui mulut(per oral), 1 kali sehari
Indikasi
1. Untuk mengobati fluid retention (edema) pada penderita gagal jantung kongestif (CHF), atau gangguan ginjal seperti sindrom nefrotik.
2. Untuk mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi).

Efek Samping:
1. Efek endokrin dan metabolik (hiperuricemia dan bisa menyebabkan encok pada beberapa pasien, hypochloremic alkalosis, hiponatremia, hipokalemia, hipomagnesemia, hiperglikemia & glikosuria pada penderita diabetes mellitus atau pasien rentan lainnya); Efek GI (iritasi GI, N/V, konstipasi, anoreksia, diare); Efek CNS (sakit kepala, kepeningan); Efek lainnya (reaksi fotosensitivitas, hipotensi postural, impotensi, reaksi hipersensitivitas).

2. Tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit: sakit kepala, kram otot, mulut kering, hipotensi, kehausan, kelelahan, mengantuk, dan sebagainya.

Instruksi Khusus:
1. Jangan gunakan thiazide jika GFR (glomerular filtration rate) kurang dari 30 ml/menit kecuali digunakan secara sinergis dengan loop diuretics.

2. Hindari pada pasien yang memiliki ketidakseimbangan cairan & elektrolit atau pada mereka yang berisiko mengalami ketidakseimbangan cairan & elektrolit (misalnya orangtua), pasien dengan cirrhosis hati lebih mungkin mengembangkan hipokalemia dan pasien dengan gagal jantung akut lebih mungkin menderita hiponatremia, gunakan dengan hati-hati pada pasien kerusakan ginjal, gunakan dengan hati-hati pada pasien yang diduga mengalami encok dan pasien diabetes mellitus.

3. Awasi pasien untuk tanda-tanda ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

                            
Referensi
Sugeng dan Sitompul. 2003. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit FKUI :    Jakarta
Yuliana, Elin sukandar dan kawan-kawan. 2008. ISO FARMAKOTERAPI. Ikrar Mandiri Abadi : Jakarta
J. Mycek, Mary. 2001. FARMAKOLOGI ULASAN BERGAMBAR. Widya medika : jakarta
Raharja, Kirana. 2007. OBAT-OBAT PENTING. Media Komputindo : Jakarta